Stainless steel merupakan salah satu jenis baja dengan logam induk besi.
Dalam stailess steel terdapat unsur-unsur yang dipadukan membentuk
suatu alloy. Stainless steel dapat bertahan dari serangan karat berkat interaksi
bahan-bahan campurannya dengan alam. Stainless steel terdiri dari besi,
krom, mangan, silikon, karbon dan seringkali nikel and molibdenum dalam
jumlah yang cukup banyak. Namun unsur dengan persentasi tertinggi adalah krom dan nikel.
Stainless steel ketika terdapat air atau uap air akan bereaksi dengan oksigen membentuk membentuk suatu lapisan yang sangat tipis dan lapisan tersebut melekat kuat pada permukaannya sehingga dapat melindungi bagian bawah baja yang belum teroksidasi. Lapisan tipis ini memiliki sifat tembus cahaya dan memiliki warna seperti logam aslinya (stainless steel yang belum teroksidasi) sehingga kedua logam seolah-olah tidak teroksidasi atau tidak mengalami karat (berkarat). Krom, bereaksi dengan oksigen, memegang peranan penting dalam pembentukan lapisan korosi ini (kromium(III) oksida (Cr2O3)). Pada kenyataannya, semua stainless steel mengandung paling sedikit 10% krom.
Keberadaan lapisan korosi yang tipis ini mencegah proses korosi berikutnya dengan berlaku sebagai tembok yang menghalangi oksigen dan air bersentuhan dengan permukaan logam. Hanya beberapa lapisan atom saja cukup untuk mengurangi kecepatan proses karat selambat mungkin karena lapisan korosi tersebut terbentuk dengan sangat rapat. Lapisan korosi ini lebih tipis dari panjang gelombang cahaya sehingga tidak mungkin untuk melihatnya tanpa bantuan instrumen moderen.
Besi biasa, berbeda dengan stainless steel, permukaannya tidak dilindungi apapun sehingga mudah bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan Fe2O3 atau hidroksida yang terus menerus bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Lapisan korosi ini makin lama makin menebal dan kita kenal sebagai ‘karat’.
Stainless steel, dapat bertahan ‘stainless’ atau
‘tidak bernoda’ justru karena dilindungi oleh lapisan karat dalam skala
atomik. (SI)
Post a Comment